Amien Rais, Yusril, Marwah Daud dan Kesalahan Reformasi | Edaaan!

Amien Rais, Yusril, Marwah Daud dan Kesalahan Reformasi

screenshot_2016-10-16-07-48-13-1
Bagi kami remaja dan anak-anak muda zaman sekarang, mungkin tak akan terlalu takjub dengan sosok Amien Rais. Biasa saja. Namun bagi mereka yang sudah mahasiswa di tahun 90an, semuanya pasti sepakat bahwa Amien Rais bukanlah orang sembarangan.
Amien Rais adalah tokoh penting yang melengserkan Soeharto dan melakukan reformasi. Selepas Soeharto lengser, Amien Rais mendirikan PAN tahun 1998. Kemudian menjadi ketua MPR 1999. Amien Rais kemudian menjadi sosok vital dan paling berpengaruh dalam menentukan Presiden dan Wakil Presiden yang waktu itu memang dipilih MPR.
Kemudian sosok lain yang dulu juga sangat menarik perhatian adalah Marwah Daud. Perempuan ini sudah menarik perhatian bahkan sejak masih mahasiswi. Tahun 1978 Marwah Daud sudah mewakili Unhas dalam dialog nasional DPP KNPI. Acara tersebut disiarkan langsung oleh TVRI, dibuka oleh Wapres Adam Malik dan dihadiri beberapa menteri.
Saat diundang Presiden ke istana, Marwah Daud mendapat banyak pujian dari sejumlah tokoh penting seperti Habibie dan Emil Salim.
Karir Marwah daud kemudian melejit dan kemudian bergabung dengan Golkar. Menurut seorang teman, jika kita sudah dewasa di tahun 90an, kita akan tau betapa Marwah Daud adalah tokoh bintang yang sangat vokal (positif) di DPR. Citranya mirip Sri Mulyani sekarang, tapi di legislatif.
Kemudian yang terakhir ada Yusril Ihza Mahendra. Sama juga seperti Amien Rais, Yusril juga merupakan bagian dari reformasi. Dia juga mendirikan PBB pada tahun 1998.
Sejak tahun 1996, Yusril sudah menjadi penulis pidato Presiden Soeharto. Termasuk saat Soeharto mau mengundurkan diri, pun teks pidatonya Yusril yang tulis.
Setelah itu karir Yusril melejit. Tahun 1999 menjadi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Indonesia. 2001 menjadi Menteri Hukum dan Perundangan Indonesia. Kemudian 2004 menjadi Mensesneg. Yusril menjadi Menteri di tiga Presiden berbeda, Gus Dur, Mega dan SBY.
Bagi pembaca seword yang seusia dengan saya, mungkin kalian sedang berpikir dan bertanya-tanya, apa iya mereka seperti itu? Haha memang begitu. Amien adalah sosok paling disegani di masa reformasi. Marwah Daud bintang dan panutan legislatif. Yusril adalah sosok yang diperhitungkan lintas Presiden.
Namun kini tiga tokoh tersebut menjadi sosok paling tidak dianggap di negara ini. Amien Rais yang dulu begitu disegani, kini turun ke jalan bersama Habib Rizieq untuk mendemo Ahok.
“Sebagai profesor UGM, sebagai mubaligh, saya imbau Pak Jokowi jangan lindungi Pak Ahok itu. Ini masalah penghinaan agama, masak katanya Al Maidah digunakan untuk membohongi. Kalau saya jadi Jokowi saya minta Bareskrim mengusut Ahok,” kata Amien.
Memang agak aneh, seorang tokoh cendekiawan di masanya, kini harus sepanggung dengan Habib Rizieq yang sejak dulu memimpin FPI ke arah yang gagal paham. Mustahil seorang Amien Rais bisa dipengaruhi provokasi hanya oleh seorang dosen memprihatinkan yang sekarang sudah nonaktif.
Pilpres 2014, Amien membuat pernyataan yang sangat provokatif. Menganggap Pilpres sebagai Perang Badar. Padahal Perang Badar itu soal agama dan pilpres itu politik. Kalau Amien Rais menyamakan seperti itu, berarti sama saja seperti teroris, mengkafir-kafirkan lawan politiknya hanya untuk mendukung Prabowo Hatta.
“Ahok ini sombongnya menyundul langit. Jadi jangan sampai nanti si Dajal ini menang,” kata Amien saat berorasi di acara Rapat Akbar bertajuk “Memilih Pemimpin Yang Santun dan Pro Rakyat di Pasar Permai, Tanjungpriok, Jakarta Utara, Minggu (18/9/2016).
Pernyataan-pernyataan Amien Rais yang begitu keras itu kini tak digubris sama sekali. Terbukti Jokowi menang di Pilpres 2014, sehingga bisa disimpulkan masyarakat Indonesia tak bisa dipengaruhi oleh Amien Rais lagi. Kini, apapun yang dikatakan Amien Rais hanya angin lalu. Dari Perang Badar sampai Dajjal, nyatanya publik santai-santai saja. Bahkan saat dollar menyentuh 14,000 Amien Rais sempat menakut-nakuti dan memprovokasi di balik niat baiknya, ingin mengadakan Musyawarah Nasional karena menganggap negara ini sangat krisis. Namun suaranya tak terdengar selantang zaman reformasi, terbukti tak ada yang menanggapinya secara serius.

Sementara Yusril, profesor dan pakar hukum itu sempat begitu percaya diri akan dicalonkan sebagai Cagub DKI. Yusril mendaftar di hampir semua partai politik. Bersama Sandiaga, Yusril juga turun ke lapangan, blusukan menyapa warga Jakarta.
Yusril yang dulu merupakan cendikiawan muda, beberapa waktu lalu menyebut Jokowi sebagai Presiden amatir karena saat itu memberhentikan Archandra. Terlihat tak merepresentasikan cendikiawan, malah jadi tak ada bedanya dengan sapi-sapian yang ngebacot tak tentu arah.
Yusril yang dulu pernah menjabat Menteri di 3 kabinet berbeda, sempat juga menunjukkan kebodohan yang sangat luar biasa terkait pekerja China yang masuk ke Indonesia. Yusril ikut menyebar bahwa ada 10 juta pekerja China ke Indonesia. Sudah pernah saya bahas sebelumnya http://seword.com/politik/bodohnya-profesor-yusril-cocoklogi-convert/
Namun dari sedemikian banyak aksi dan pernyataan menarik perhatian publik selama kurang lebih setahun belakangan, pada akhirnya tidak ada satupun partai yang mengusung Yusril menjadi Cagub DKI. Tidak ada satupun. Bahkan Yusril kalah dengan anak ingusan kemarin sore yang bisa dibilang belum selesai di TNI.
Lalu yang terakhir Marwah Daud. Namanya baru-baru ini mencuat ke publik terkait kasue Dimas Kanjeng, sang pengganda uang. Marwah Daud menjadi ketua yayasan padepokan Dimas Kanjeng dan sampai sekarang berupaya meyakinkan publik bahwa Dimas Kanjeng memiliki karomah atau gift dari Tuhan yang bisa menggandakan uang.
Sosok yang dulu begitu dikagumi karena kecerdasannya, mampu berargumen secara akurat, kini jadi tak ada bedanya dengan Dimas Kanjeng. Publik yang masih waras tak akan bisa menerima jalan pikiran Marwah Daud.
Tiga nama sosok yang saya sebut, kebetulan semuanya memiliki kegagalan yang sama. Mereka gagal menjadi pemimpim tertinggi negeri ini.
Amien Rais gagal maju sebagai Capres 1999 karena suara PAN ternyata tidak terlalu besar. Kemudian berhasil maju sebagai Capres 2004, namun kemudia kalah telak dengan hanya mendapat 15% suara.
Yusril Ihza Mahendra lebih tragis lagi, dari 1998 sampai 2014 Yusril gagal maju sebagai Capres. Bahkan sekarang mau maju sebagai Cagub DKI pun tidak mendapat dukungan.
Marwah Daud juga sempat dicalonkan sebagai Cawapres mendampingi Gusdur pada 2004 lalu. Namun karena alasan Gusdur tidak lolos kesehatan, jadi mereka batal maju.
Sekarang saya mulai paham, betapa Tuhan menjaga negara kita dari sosok orang-orang yang salah. Satu persatu kebobrokan mereka dibuka. Indonesia kini pasti sangat bersyukur kalau ketiganya belum pernah memimpin Indonesia. Nama baik Gusdur juga selamat karena tak sempat disandingkan dengan Marwah Daud.
Sebaliknya, sosok yang dulu dibenci sampai pertanggung jawabannya ditolak MPR, kini namanya harum dan menjadi panutan. Menjadi negarawan yang diidolakan lintas usia, dari dewasa sampai remaja. Anda tau siapa yang saya maksud? Yup, Prof BJ Habibie.
Selain soal filmnya yang ngehits, soal politik, Habibie juga sangat bijak. Begitu dekat dengan Jokowi dan mendukung penuh pemerintahan saat ini. Saat politisi-politisi busuk bilang krisis dan sebagainya, Habibie diam dan mempercayakan negara ini secara penuh pada Jokowi.
Saat kini Amien Rais terus menyerang dan bersebrangan dengan Jokowi, saat Yusril mengatakan Jokowi Presiden amatir dan terjebak dengan isu HOAX, Habibie berada di pihak yang mendukung Jokowi.
“Sebelum saya meninggalkan tanah air, saya mau sampaikan ke anak intelektual saya ini Presiden Republik Indonesia, bahwa saya akan permisi dulu,” ungkap Habibie sambil menepuk pundak Jokowi.
“Jadi jaga kandang dia dan kalian harus bantu semua. Ini harus baik kita maju terus. Agak lama juga saya kembali ke tanah air, sampai 29 Desember. Oke?” kata Habibie seraya berpamitan pada tahun 2015 lalu.
Sementara soal kasus Ahok yang dituduh melecehkan agama Islam, Habibie pun punya komentar yang berbeda dengan Amien Rais. Sarannya agar tidak mudah terpancing membalas opini publik. Kata Habibie, meski disalahpahami oleh publik harus dibalas dengan senyuman.
“Sarannya itu aja, kadang-kadang disalahpahamin pun, mau nangispun, masih senyum. Tidak usah dibalas dengan kata-kata. Artinya, ‘kalau saya (Habibie) kan’ sudah tua, sebentar lagi akan pergi ke alam istri saya. Tapi masa depan ada di kalian nantinya’,” kata Ahok menirukan yang disampaikan Habibie.
Sampai di sini saya berpikir dan bertanya-tanya. Jangan-jangan terjadi kesalahan dalam proses reformasi yang terjadi pada negeri ini? Terlanjur ribut dan rusuh karena ada yang kebelet berkuasa, padahal ada opsi lain dari Nurcholis Majid yang meminta Soeharto menyiapkan reformasi sendiri, maksimal 2 tahun ke depan. Agar setelah dirinya lengser, arah Indonesia jadi lebih jelas.
Tapi apapun itu, semuanya hanyalah masa lalu dan sudah menjadi sejarah. Sebagai rakyat yang mampu berpikir jernih, saya hanya bisa menyimpulkan bahwa sekarang semuanya jadi jelas. Habibie yang dulu diteriaki “pengkhianat” oleh orang-orang DPR, namanya tak pernah buruk di mata masyarakat. Sekarang menjadi negarawan yang sangat disayangi rakyat Indonesia.
Sebaliknya, Amien Rais si ketua MPR itu kini harus menistakan dirinya dengan turun ke jalan bersama Habib Rizieq, menyerukan kalimat provokatif seolah ini masih tahun 98.
Saya pikir ini penting untuk menjadi bahan renungan. Orang baik akan berkumpul dengan orang baik. Setan temannya setan. Provokator akan bergabung dengan provokator. Setelah ini terserah anda mau berada di pihak yang mana.
Begitulah kura-kura.

sumber : seword.com
Share on Google Plus

About Master Edan

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment